Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Minggu, 18 Mei 2014

KONTRA HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK


Ketentuan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menjelaskan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Hal ini merupakan perwujudan dari prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Yang kemudian diimplementasikan melalui partai politik yang merupakan infrastuktur dalam struktur ketatanegaraan kita.
Menurut Undang-Undang No. 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, yang disebut sebagai Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
UUD 1945 melalui pasal 19 menjelaskan bawah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini merupakan pengejewantahan atas kedaulatan rakyat. Kemudian pasal 22E ayat (3) menjelaskan peserta pemilihan umum untuk pemilihan anggota DPR dan DPR adalah partai politik. Inilah yang mendasari pentingnya partai politik tersebut.
Ketentuan Pasal 22B UUD 1945 menjelaskan, bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. Inilah yang menjadi dasar dalam pengaturan tentang hak recall.
Istilah recall dalam ketatanegaraan di Indonesia, juga dikenal sebagai penggantian antar waktu. Menurut B.N Marbun, hak recall adalah suatu proses penarikkan kembali atau pergantian DPR oleh induk organisasinya. Hak recall berfungsi sebagai mechanism control dari partai politik yang memiliki wakilnya yang duduk sebagai anggota parlemen. Partai politik memiliki peranan besar dalam struktur ketatanegaraan Indonesia saat ini.


PRO HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK

*Oleh: Muhamad Yusri (Mahasiswa Program Khusus Hukum Tata Negara FH UNLAM)


Ketentuan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menjelaskan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Hal ini merupakan perwujudan dari prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Yang kemudian diimplementasikan melalui partai politik yang merupakan infrastuktur dalam struktur ketatanegaraan kita.
Menurut Undang-Undang No. 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, yang disebut sebagai Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Schattscheider (1942),”Political Party created democracy”, partai poltiklah yang membentuk demokrasi, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu, partai politik merupakan pilar atau tiang yang perlu dan bahkan sangat penting untuk diperkuat derajat perlembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Derajat perlembagaan partai politik itu sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politik suatu Negara.
UUD 1945 melalui pasal 19 menjelaskan bawah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini merupakan pengejewantahan atas kedaulatan rakyat. Kemudian pasal 22E ayat (3) menjelaskan peserta pemilihan umum untuk pemilihan anggota DPR dan DPR adalah partai politik. Inilah yang mendasari pentingnya partai politik tersebut.
Ketentuan Pasal 22B UUD 1945 menjelaskan, bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. Inilah yang menjadi dasar dalam pengaturan tentang hak recall.